Senin, 11 April 2011

Makanan Sehat Makin Dekat


Gaya hidup sehat yang menggejala di kota dalam waktu cepat ditangkap para penyedia jasa konsumsi. Bermunculanlah restoran, pasar swalayan, toko roti, kue, hingga katering yang semuanya menawarkan menu sehat.

Jelang jam makan siang, seorang staf di Restoran Healthy Choice Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menerima telepon dari konsumen. Dengan rinci, dia menjawab pertanyaan tentang bahan-bahan sebuah menu masakan. Tak lama setelah itu, pesanan makan siang itu pun diraciknya, dan kemudian diantarkan ke kediaman si penelepon.
”Terkadang memang ada konsumen yang mengajukan permintaan supaya masakannya tidak memakai bahan tertentu. Kami bisa melayani permintaan itu,” kata Nurhasanah dari bagian pemasaran.

Bermula sebagai sebuah bisnis wellness, seperti akupunktur, facial, dan detoks pada tahun 2004, Healthy Choice mengembangkan bisnis seiring dengan tujuan memperkenalkan produk organik. Restoran, pasar swalayan, serta toko roti dan kue pun lantas hadir dengan berbagai menu dan bahan pangan organik, yaitu bahan yang dihasilkan tanpa zat kimia.

”Kami mendatangkan bahan dari penyuplai yang sudah bersertifikat organik. Tetapi, untuk memastikan barang yang dijual benar-benar organik, tak jarang kami meninjau produknya langsung ke petani,” katanya.

Selain berbahan pangan organik, restoran ini juga mengganti beberapa bahan masakan guna mengusung kuliner sehat. Laksa yang biasanya berkuah santan kental, misalnya, di restoran dengan target pasar menengah ke atas ini diganti dengan susu kedelai tanpa mengubah rasa aslinya.

Hal tersebut sejalan dengan imbauan guru besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof Murdijati Gardjito, yang dalam percakapan dengan Kompas beberapa waktu lalu, menekankan perlunya menanamkan kesadaran soal makanan agar masyarakat tidak mudah termakan iklan makanan instan dan cepat saji.

Murdijati menganjurkan agar penyadaran soal makanan ditanamkan lagi lewat keluarga. ”Keluarga sebaiknya menghidupkan lagi makanan tradisional sebab memasak dan mengonsumsi makanan di rumah akan membangun kebahagiaan dan kebajikan yang semakin hilang,” katanya.

Seruan seperti itu selaras dengan gerakan slow food yang belakangan muncul, yang merupakan antitesis fast food. Inti dari gerakan ini antara lain, makanan yang masuk ke dalam tubuh harus diketahui asal-usulnya, makanan harus dimasak dengan cara-cara yang diketahui dan bahan-bahannya diyakini tidak mengandung zat berbahaya, serta memberikan penghargaan kepada orang yang memasak hidangan.


Kebun sendiri

Rumah Makan Sedap Alami, yang didirikan suami-istri Hendra Alimin dan Yosefina Skolastika pada tahun 2006, setia mengusung produk organik, terutama sayur dan buah. Harga makanan yang dijual Sedap Alami lebih terjangkau karena semua sayuran berasal dari kebun sendiri di Cisarua, Jawa Barat.

Beragam tumis sayuran di Sedap Alami Bendungan Hilir, misalnya, berharga Rp 3.000-Rp 8.000 per porsi. Sementara jajanan tradisional yang bahannya juga berasal dari kebun, seperti bakpao labu parang, nagasari, dan getuk lindri, dihargai Rp 2.000-Rp 6.000 per buah.

Semakin ramainya minat konsumen terhadap sayur dan buah organik berimbas pada munculnya permintaan agar Hendra menjual langsung hasil kebun mereka. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Sedap Alami mulai menjual hasil kebun pada tahun 2007.

Bertempat di halaman rumah makan yang berlokasi di Taman Permata Buana, Jakarta Barat, ”pasar” sayur dan buah organik digelar setiap hari Senin dan Kamis sore. Pembeli dibebaskan untuk mengambil sendiri yang akan mereka beli.

Jenis sayur dan buah yang dijual sangat beragam. Dalam daftar harga, sayur dan buah yang dijual bahkan mencapai 100 jenis.


Vegetarian

Bagi mereka yang memilih jalur Vegetarian untuk hidup sehat, restoran-restoran yang menyediakan menu tanpa daging ini cukup mudah dicari. Salah satunya adalah House of Peace (HoPe) di Kebayoran Baru, Jakarta, yang berdiri sejak tahun 2003.

Umumnya masakan di HoPe merupakan olahan masakan Vegan murni, tidak mengandung susu dan telur. Bawang merah dan bawang putih juga diganti ramuan bumbu alami lain karena dirasa menimbulkan efek kurang baik bagi sebagian orang (tidak semua Vegan, red BD).

Pemilik HoPe, Billyani Tania, seperti dituturkan Razif Rifai sebagai pengelola restoran, adalah seorang vegetarian. Tekad Billyani membuat restoran Vegetarian lebih didorong keinginan untuk memasyarakatkan pola makan yang ia yakini lebih sehat.

Promosi dilakukan melalui televisi hingga membagikan brosur dari pintu ke pintu. Karena menu Vegetarian tak begitu populer bagi warga Jakarta di wilayah selatan, HoPe sempat rugi Rp 40 juta sebulan pada awal berdiri.

”Setiap saya memberikan kartu nama HoPe kepada orang lain, mereka membayangkan makanan yang akan disajikan adalah tumpukan sayuran,” kata Razif.

Padahal, menu Vegetarian juga memiliki beberapa variasi yang dibuat menyerupai daging, seperti ikan, ayam, udang, atau daging sapi. Razif mengatakan, bahan-bahan menyerupai daging ini, antara lain, tepung kedelai, jamur, dan umbi-umbian. Penampilan, rasa, dan tekstur seratnya cukup mirip dengan daging. (Mawar Kusuma, Kompas Cetak)

sumber : Kompas dan betterdayzine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar